Rabu, 16 November 2011

Aning

Kamulah wanita malamku

Di bawah rerindangan awan
Yang bergantung sunyi
Tiba-tiba bayangmu menyelinap
Membakar sunyi
Menghanguskan sepi
Yang tiada henti mengejarku
Ya, saat kamu jauh dari ujung tatapku

Seyummu, tawamu, tangisamu
Masih kukantongi
Untuk menciptakan kembali senyumku
Tawaku
Yang pada akhirnya aku menyambutmu
Dengan tangisanku

Mungkin mega yang memancar
Di peraduan matahari
Terlalu cepat berlalu
Terlalu singkat menemaniku
Hingga tak pernah peduli
Bahwa aku menangisimu
Mendamba kedatanganmu
Unuk mendekapku
Dan membisiskkan kalimat suci untukku.

Kidung Pagi

Buat: Fasihatun Hanifah

Part 1
Selarit cahaya mentari
Mengibas awan yang menggantung di pusar langit
Berhembus angin basah
Mendentingkan dedaunan kering
Menjadi irama usang
Lalu jatuh tersungkur kaku
Dia datang menemuimu, juwitaku…
Meski tak pernah kau harap
Kedatangannya hanya untuk mengucapkan:
“Semoga berbahagia dengannya”


Part 2
Kau bangunkan tidurku
Padahal hanya malamlah yang membuatku tersenyum
Meski dengan senyuman yang kaku

Kau bangunkan tidurku
Padahal aku ingin lebih lama lagi bersua dengan tautan hati;
Bukan dirimu
Bukan hatimu
Tapi peri yang tak pernah luntur di anganku

Kau bangunkan tidurku
Padahal aku tak mengganggu malammu
Hanya saja mencuri senyummu
Lewat mata terpejam
Dan hati terluka

Kau bangunkan tidurku
Padahal pagi masih buta
Dan dunia masih terlalu sepi
Untuk berteriak memanggil bayangmu

Kau bangunkan tidurku
Padahal aku masih ingin bersamamu
Merasakan hangatnya dekapmu
Dalam malamku
Tanpa jasadmu

Kau bangunkan tidurku
Kau ambil kembali bayangmu
Bayangmu yang menjadi penghias mimpi jiwaku


Part 3
Saat kau siram helai rambutmu
Setelah dikusamkan oleh malam indahmu
Pernahkah kau berpikir
Hatiku lebih membutuhkan air itu

Kadang aku harus terpaksa menangis
Untuk menyejukkan hati
Tapi tak setetes pun yang membuatnya basah
Justru sebaliknya


Part 4
Aku masih ingat wajah mentari ini
Wajahnya sangat elok
Meski duabelas purnama sudah berlalu
Tapi masih melekat di benak

Mungkin lantaran di pagi itu
Kibasan cahayanya sedikit memecah kegelapan
Yang membungkus keayuan rautmu
Meski sekilas
Ranum wajahmu sangat tampak
Bahkan terlalu lama membekas
Hingga sulit dilepas

Mentari ini
Masih terlihat sangat indah
Seindah saat kau menemui cintamu
Di trotoar yang tak setangkaipun menghiasinya

Ruang mensunyikan hatiku
Waktu tak memihak kesucian perasaanku
Justru membingkai langkah dan rintihku
Untuk menjemputmu kembali
Untuk mempersembahkan sekelumit bait syair rindu untukmu
Untuk kembali bermain
Bersamaku
Bersama cinta yang kau kejar dahulu
Bersama perasaan yang kau permainkan sekarang

Aku masih bisa tersenyum di sini
Bersama luka yang kau tikam di hati
Walau terkadang senyuman itu
Nyaris membunuhku


Part 5
Mengharap kedatanganmu
Adalah impian yang timbul saat aku terjaga
Terjaga dari belaian malam

Mengharap kedatanganmu
Adalah mimpi yang tak pernah sirna
Sirna dari ruang imaji

Mengharap kedatanganmu
Adalah asa yang sangat mustahil terjadi
Terjadi kembali seperti kala itu

Mengharap kedatanganmu
Adalah pengharapan wujud kebodohanku
Karena kau tak pernah mengharap kedatanganku



Part 6
Hani
Tak mungkin kubuang kenangan yang kita toreh bersama
Kenangan itu masih tetap berharga untukku
Dan pasti, juga untukmu

Hani
Dulu kita ukir hijaunya langit dengan jari kita
Lalu kita sama-sama menagis
Karena mentari esok
Ruang akan memisahkan kita

Hani
Begitu lemah hatimu
Begitu rentan perasaanmu
Kau biarkan perasaan itu itu luntur dari dinding hatimu
Kau biarkan tautan hatimu terluka
Kau biarkan aku terpuruk tak berdaya

Hani
Walau sang kumbang telah mengahisap madumu hingga layu
Aku masih menganggapnya segar
Untuk kusunting kembali
Agar menjadi lebih indah
Agar aromanya lebih semerbak dan mewangi

Hani
Ketahuilah ….
Aku masih sangat menginginkan
Dirimu menyapaku
Mengusap air mataku
Membelai rambut kusamku
Dan membisikkan kata cinta
Persis seperti yang kau bisikkan di pertemuan pertama
Sekaligus yang menjadi terakhir kenangan manis itu

Hani
Di sini kubangunkan Tajmahal untukmu
Kokoh dan menjulang
Seperti katedral di Milan
Seperi Candi Borobudur di Yogyakarta
Seperti Petronas di Malaysia
Kupasang satu menara yang sangat tinggi
Agar kita bisa merajut mentari yang sinarnya belum sempurna
Dan menyarungkan cahayanya ke rembulan
Biar malam nanti, kau kembali tersenyum

Hani
Datanglah kembali
Sebelum matahari mengecup bibir pantai


Part 7
Kau bukanlah orang yang kucintai
Tapi segalanya
Kau bukanlah segalanya
Tapi aku tak berdaya tanpamu

Karena hanya dirimu
Meski bukan untukku
Part 8
Ribuan kata yang pernah terungkap
Harus kutelan kembali
Sebab sore nanti
Aku akan pulang
Sekiranya bintang telah memenuhi kantong ini
Kita ukir kenangan manis
Di sepanjang trotoar dan gubuk tua
Dan terkadang kudengar janji setiamu
Akan selalu mengalir untukku
Untuk ketulusan cintaku untukmu
Musnah….
Semua kata-kata itu, kalimat-kalimat itu,
Janji-janji itu,
Bahkan senyum manismu
Berubah menjadi kobaran api
Dan menakutkan
Aku tafakkur
Menyusun kata yang tak sempat kuucapkan
Derai air mataku mengalir
Selaras keluh kesah yang kita kumandangkan
Akan berakhir di persimpangan ini.

Part 9





Idul Adha

Allahu Akbar
Laa ilaaha illa Allah
Wa lillah al-hamd

Bergetarlah hatiku
Mendengar asma-Nya didendangkan dengan merdu
Sekian banyak manusia berbondong
Menuju rumah-Nya
Lalu ikut berdendang dengan suara yang serak
Dan jiwa yang tenang

Allahu Akbar
Begitu aibnya diriku
Begitu naifnya diriku
Hanyalah seorang hamba tak berdaya
Bergantung pada yang lain
Mengharap belas kasih pada yang Maha segalanya

Laa ilaaha illa Allah
Berapa banyak dosa yang mengikuti jejakku
Bahkan aku sendiri tak pernah sadari
Apalagi menghitungnya
Aku selalu sibuk mencari sesuatu yang tak ada gunanya
Hingga lupa,
Di tangan ada amanah
Di diri ada tuntunan
Di sana, Tuhan menunggu
Menuntut perintah-Nya

Wa lillah al-hamd
Aku mengikuti jalan yang salah
Bahkan aku anggap sebagai arah menuju keabadian
Aku bekerja untuk dipuja
Aku berkarya untuk mencari nama
Aku bersujud ketika ingin meminta
Aku menengadah kedua tangan
Ketika aku terpuruk tak berdaya

Tuhan…
Ampunilah hamba-Mu ini


Tanpa Judul

Sepanjang lorong kering
Sunyi
Senyap
Lalu cahaya-cahaya yang gemerlap
Hilang
Dugup jantung
Sedikit mengusik margasatwa
Yang mendengkur lirih
Juga desah yang tiada berujung
Di mana rembulan yang semalam tersenyum?
Di mana gemintang yang semalam menari di cakrawala?
Lantunan ayat-ayat itu
Pun tenggelam seiring angin basah menelanjangiku
Anganku dibajak hampa
Lalu menyusup ke pusar langit
Yang tak jelas warnanya
Kaki gemetar
Bibirku bergetar
Tersungkur
Lalu terkubur
Di tanah ini
Tanpa bunga juga kerikil

Jumat, 11 November 2011

Saat Terakhir Bersamamu


Saat Terakhir Bersamamu
(Jumat, 25/12/’09 - 23:55 WIB)
Muhammad Ma'sum

Aning… Aku rindu pada malam itu
ya, satu malam dimana kita menanam ikrar untuk selalu bersama
sentuhan jemarimu masih amat terasa hangatnya di jemariku
begitu pun dengan rintik air hujan
yang dengan perlahan mencumbui tubuh kita
masih terngiang dalam benakku
“baju kita sama-sama basah”
apa mungkin lantaran malam itu merupakan malam terakhir kita bersua
sehingga sampai detik ini masih terkenang dalam imajiku?
sungguh pikiran ini sulit melepasmu
ataukah karena pada malam itu kamu mengenakan gaun berwarna kesukaanku?
sungguh pikiran ini terlalu larut mengharap kedatanganmu
salah…!
begitulah kata kunang-kunang yang sejak tadi mengitari pohon itu
bukan karena malam itu yang merupakan malam terakhir kalian bertemu
bukan pula karena kamu sangat menyukai warna gaun yang dia kenakan
tiba-tiba dia menghilang
dan meninggalkan tawanya yang menggores batinku
bulan purnama kini datang kesekian kalinya, Aning...
indah
bahkan lebih indah dari yang kita nikmati di malam itu
tapi sayangnya aku tak bisa menikmatinya
ribuan gemintang yang mengukir jagat ini ibarat seikat puisi yang tak bertuah
hampa….
hatiku menangisi kesendirianku
hidup ini tak ubahnya teka-teki
sulit….
sesulit aku membaca gerak hatiku sendiri
di manakah gerangan para musafir itu bermalam?
ataukah kesendirianku saat ini
di tempat terakhir kita bertemu
merupakan caramu menemaniku?
baiklah!
akan kunikmati belaianmu disini
bersama bayangmu
bersama tangisanku
jika mentari esok datang lebih awal
katakanlah bahwa aku tak pernah mengharapkannya
dan jika purnama ini memaksamu pergi bersamanya
katakanlah bahwa kamu masih ingin menemaniku
dan aku masih meridukannya
meridukan sinarnya yang dulu pernah terpancar untuk mengukirmu
bukan untukmu
tapi agar aku bisa memeluk bayangmu
di malam ini
aku benci pada gemintang yang tumpah di angkasa itu
mereka tak punya naluri
tak punya rasa simpati
pura-pura buta
pura-pura tuli
bangsat!
mereka malah asik menertawakanku
Aning… suruh mereka pergi
pergi jauh dari ujung tatapku
aku sudah tak kuasa lagi membalut luka
yang setiap saat mereka tikamkan sehabis mensenjakan matahari
jika setiap kali aku berada di tempat ini
kamu datang menemuiku seiring dengan hangatnya pancaran sinar purnama di malam ini
usaplah kedua pipiku yang basah dengan tanganmu
kemudian berbisiklah di dekat telingaku
biar aku tau keberadaanmu
dan kamu juga bisa mendengar saat mulutku memberanikan untuk ucapkan
“aku mencintaimu”
atau, jangan-jangan salah satu dari bintang-gemintang itu adalah kamu?


Bashirah

BASHIRAH
Istajib

Hati semakin gerimis dimakan nestapa
Raut wajah yang memancarkan kedamaian
Tak ada yang tahu….
Dan juga aku, kekasihmu….
Sungguh pandai kau menyimpan rasa
Aku tahu….
Baru sekali ini aku tahu engkau rapuh
Tak kuasa menahan rindu didalam kalbu
Dan suasana mengaharu biru
Menyaksikan sendu-tangismu….
Gerimis air mata turun diiringi kuat Guntur kerinduan
Entah sampai kapan dan engkau selalu menunggu
Menunggu sang pelangi muncul menghapus gerimis
Air matamu….

Yogyakarta, 09 Desember 2009



BUKAN CINTA
Prety Etika

Bukan Cinta

BUKAN CINTA
Prety Etika

Ku yakin ini bukan cinta
Ini hanya kekaguman pada seseorang
Tentang kepintarannya, sikap pendiamnya, kerapiannya,kesopanannya dan seribu hal yang tak dapat ku ungkapkan
Jantung ini berdebar ketika ku melihatnya
Dan semakin berdebar ketika kita bertegur sapa
Menanyakan kabar atau pun hal yang lainnya
Tapi dia begitu pendiam
Dan membuatku bertanya sejuta hal
Ku dengar kau tlah mempunyai tambatan hati
Ku dengar kau tlah melabuhkan cintamu pada seseorang
Seseorang yang lebih segalanya dari diriku
Kak , yakinkanlah padaku kalau rasa ini bukan cinta
Agar ku tidak terjatuh dalam keterpurukan ini
Keterpurukan akan kegagalannku dalam merebut hatimu
Menjadikanmu bagian dari hidupku
Ku yakin ini bukan cinta....bukan cinta,,,,
Tapi jantung ini tetap berdetak kencang setiap kali kita bertemu
Ku coba agar ku tak menyapa maupun sekedar tersenyum